Uni Emirat Arab (UEA) dipastikan akan menjadi lokasi kampus kecerdasan buatan (AI) terbesar setelah Amerika Serikat. Proyek ini merupakan bagian dari kesepakatan luas antara UEA dan AS yang dikonfirmasi selama kunjungan terakhir Donald Trump ke Abu Dhabi.
Baca Juga: Donald Trump Akan Bekerjasama dengan Timur Tengah untuk Mengekspor Chip AI Nvidia
Seperti dilaporkan Reuters, kesepakatan ini memberi UEA akses lebih luas ke chip AI canggih dari perusahaan AS. Jenis kerja sama yang sebelumnya sulit direalisasikan di era pemerintahan Biden karena kekhawatiran keamanan nasional terkait China.
Meski tidak menyebut merek chip secara spesifik, sumber terpercaya menyatakan UEA bisa mulai mengimpor hingga 500.000 chip AI kelas atas Nvidia per tahun mulai 2025. Di sisi lain, Nvidia sendiri belum memberikan komentar terkait berita ini.
Trump bersama CEO Nvidia Jensen Huang dan Presiden UEA Sheikh Mohamed bin Zayed, terlihat membahas kesepakatan tersebut dalam pertemuan di istana Abu Dhabi. Waktu perjanjian ini menandakan kepercayaan AS yang meningkat untuk mempererat kerja sama teknologi dengan negara Teluk, dengan syarat pusat data yang terlibat dikelola perusahaan AS.
Kampus AI seluas 25,9 kilometer persegi ini akan berlokasi di Abu Dhabi dan ditenagai oleh energi hingga 5 gigawatt. Menurut analis, kapasitas ini mampu mendukung jutaan chip high-end Nvidia. Situs tersebut akan dibangun oleh G42, perusahaan AI milik negara UEA, tetapi operasionalnya akan ditangani perusahaan AS.
“Ini lebih besar dari semua infrastruktur AI yang pernah diumumkan sejauh ini,” kata Lennart Heim, analis Rand Corporation, dalam unggahan media sosial.
Selain kampus AI, perusahaan AS diharapkan memainkan peran lebih besar dalam ambisi teknologi UEA. Qualcomm akan membuka pusat rekayasa berbasis AI, sementara Amazon Web Services (AWS) bermitra dengan perusahaan lokal untuk meningkatkan keamanan siber dan adopsi komputasi awan.
Bagi UEA, kesepakatan ini mempercepat strategi AI jangka panjang sekaligus menjaga posisinya di antara dua kekuatan besar: AS dan China. Hubungan UEA dengan China sebagai mitra dagang utama sebelumnya mempersulit akses ke chip buatan AS. Di bawah Joe Biden, pembatasan diberlakukan untuk mencegah teknologi chip AS mencapai perusahaan China melalui pihak ketiga.
Namun, Trump kini menyatakan bahwa kontrol tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi mitra tepercaya. David Sacks, pemimpin tim AI Trump, di Riyadh pekan lalu menegaskan bahwa pembatasan ekspor sebelumnya “tidak ditujukan untuk sekutu.”
Komitmen dan Tantangan dalam Kesepakatan
Kesepakatan ini mencakup sejumlah komitmen. UEA akan membangun pusat data dalam negeri dengan skala setara atau melebihi milik AS. Mereka juga sepakat memperbarui aturan keamanan nasional sesuai standar AS, termasuk mencegah alih teknologi ke negara lain.
Perubahan ini menunjukkan AS berharap pengawasan ketat dan manajemen oleh perusahaan AS dapat mencegah penyalahgunaan teknologi sensitif.
Analis menilai langkah UEA bukanlah pemutusan total dengan China, melainkan penyesuaian strategi.
“Ini bukan berarti meninggalkan China, tetapi menyesuaikan strategi teknologi agar selaras dengan standar dan protokol AS di bidang krusial: komputasi, cloud, dan rantai pasok chip,” ujar Mohammed Soliman, pakar Middle East Institute.
AI telah menjadi prioritas utama UEA. Perusahaan yang didanai dana kekayaan negara seperti G42 dan MGX telah berinvestasi besar di perusahaan AS, termasuk OpenAI dan xAI milik Elon Musk. Tahun lalu, Microsoft juga mengucurkan dana $1,5 miliar ke G42 sebagai bagian kerja sama terpisah—dengan syarat keamanan dari AS.
G42 dilaporkan mulai menghapus perangkat keras China dari sistemnya dan mengurangi investasi terkait China. Namun, perusahaan teknologi China seperti Huawei dan Alibaba Cloud masih beroperasi di UEA. Penegakan pembatasan ekspor juga tetap menjadi tantangan, terutama setelah laporan tahun ini tentang penyelundupan chip AI ke China melalui Singapura, Malaysia, dan UEA.
Masa Depan Kampus AI Abu Dhabi
Kesepakatan terbaru ini menandai pergeseran cara AS memandang peran UEA dalam infrastruktur AI global. Dengan memberikan kendali lebih besar ke perusahaan AS dan menyetujui aturan keamanan teknologi yang ketat, UEA seolah membuka jalan untuk mengakses chip AI high-end dan kolaborasi lebih dalam dengan perusahaan AS.
Pembangunan kampus raksasa di Abu Dhabi kini menjadi sorotan: apakah keseimbangan antara ambisi nasional UEA dan politik teknologi global dapat bertahan? Untuk saat ini, UEA tampaknya berhasil memperoleh posisi strategis, satu langkah yang akan mengubah perannya dalam persaingan AI secara global.