Era baru konektivitas global semakin dekat. Perusahaan satelit milik Elon Musk, Starlink, resmi menjalin kerja sama strategis dengan Samsung Electronics untuk mengembangkan teknologi internet tanpa menara seluler (cell tower-free connectivity).
Kolaborasi ini dipandang sebagai langkah besar menuju masa depan komunikasi nirkabel yang benar-benar universal — di mana pengguna dapat menikmati akses internet berkecepatan tinggi di mana pun berada, bahkan di daerah tanpa jaringan operator konvensional.
Daftar Isi:
Visi: Internet Langsung dari Satelit ke Smartphone
Melalui kemitraan ini, Starlink dan Samsung akan memadukan teknologi satelit orbit rendah (LEO) milik Starlink dengan chip komunikasi terbaru Samsung, yang memungkinkan smartphone terhubung langsung ke jaringan satelit tanpa perlu infrastruktur menara BTS.
Teknologi ini digadang-gadang akan menjadi pondasi 6G hybrid-satellite network, di mana koneksi internet tidak lagi bergantung pada jaringan darat.
“Kami sedang membangun sistem komunikasi universal — di mana sinyal bisa menjangkau setiap titik di Bumi, dari puncak gunung hingga tengah laut,”
ujar Elon Musk, CEO SpaceX dan Starlink, dalam konferensi pers virtual.
Samsung, di sisi lain, menegaskan bahwa mereka akan mengintegrasikan fitur koneksi satelit langsung ini ke chip Exynos generasi terbaru dan beberapa seri flagship yang akan datang.
Cara Kerja Teknologi “Tanpa Menara Seluler”
Teknologi baru ini memanfaatkan ribuan satelit orbit rendah Starlink yang mengitari Bumi dengan jarak sekitar 550 km.
Satelit-satelit tersebut dapat menyambungkan langsung perangkat pengguna ke internet, tanpa harus melewati jaringan operator lokal.
Secara teknis, ponsel akan mengirim sinyal data ke satelit terdekat, yang kemudian meneruskan sinyal tersebut ke stasiun bumi (ground station) atau langsung ke server cloud global.
Samsung berperan penting dalam menyediakan modem dan antena khusus berfrekuensi tinggi yang mampu menangkap sinyal dari orbit dengan latensi di bawah 40 milidetik — hampir setara dengan jaringan 5G.
Dengan sistem ini, pengguna bisa tetap online meski berada di:
- Area pegunungan atau hutan tanpa sinyal operator,
- Wilayah laut lepas,
- Lokasi bencana di mana infrastruktur telekomunikasi rusak,
- Negara-negara dengan jangkauan seluler terbatas.
Potensi Manfaat Global
Kerja sama ini diperkirakan akan membawa dampak besar, terutama bagi wilayah terpencil dan negara berkembang yang selama ini tertinggal dalam akses internet.
Menurut laporan internal Samsung, teknologi ini mampu menghadirkan kecepatan hingga 150 Mbps untuk koneksi langsung ke satelit, dengan tingkat stabilitas jaringan 98%.
Selain untuk pengguna umum, sistem ini juga dapat dimanfaatkan untuk:
- Operasi penyelamatan darurat di daerah bencana,
- Transportasi laut dan udara (pesawat & kapal),
- Jaringan IoT (Internet of Things) untuk industri energi dan pertanian terpencil,
- Misi eksplorasi luar angkasa atau lingkungan ekstrem.
“Dengan menghapus ketergantungan pada menara BTS, kita tidak hanya memperluas konektivitas, tapi juga menghemat biaya infrastruktur,”
jelas Han Jong-hee, Presiden Samsung Electronics.
Tantangan Teknis yang Masih Dihadapi
Meski terdengar revolusioner, teknologi ini bukan tanpa hambatan.
Beberapa tantangan yang masih dihadapi antara lain:
- Stabilitas koneksi ketika ponsel berpindah dari satu satelit ke satelit lain.
- Konsumsi daya baterai, karena sinyal satelit memerlukan daya transmisi lebih besar.
- Regulasi frekuensi internasional, yang harus disetujui oleh badan komunikasi di setiap negara.
- Harga layanan awal yang kemungkinan masih tinggi sebelum produksi massal chip dan perangkat kompatibel dimulai.
Namun, baik Starlink maupun Samsung optimistis bahwa uji coba teknologi ini pada pertengahan 2026 akan menunjukkan hasil signifikan.
Bagian dari Ekosistem 6G dan AI Terpadu
Kerja sama ini juga menjadi bagian dari rencana besar kedua perusahaan dalam membangun ekosistem komunikasi berbasis AI dan 6G.
Samsung saat ini tengah mengembangkan sistem “AI-Powered Network Optimization”, yang memungkinkan perangkat menyesuaikan koneksi terbaik antara jaringan seluler, Wi-Fi, dan satelit secara otomatis.
Starlink pun dikabarkan akan mengintegrasikan teknologi AI ke dalam sistem orbitnya untuk mengoptimalkan rute data antar-satelit, sehingga koneksi menjadi lebih efisien dan hemat energi.
Kolaborasi ini diharapkan menjadi fondasi bagi komunikasi global generasi berikutnya, di mana batas antara jaringan darat dan ruang angkasa akan semakin kabur.
Dampak untuk Pasar Indonesia
Bagi negara seperti Indonesia, yang memiliki ribuan pulau dan banyak daerah tanpa sinyal, teknologi ini bisa menjadi terobosan besar.
Kombinasi satelit Starlink dan perangkat Samsung akan memungkinkan masyarakat di daerah terpencil untuk menikmati internet cepat tanpa perlu menunggu pembangunan menara seluler baru.
Pemerintah pun dikabarkan tertarik mengikuti perkembangan ini, mengingat Starlink telah resmi beroperasi di Indonesia sejak pertengahan 2024.
Jika teknologi ini diterapkan, maka akses internet nasional bisa menjadi lebih merata, terutama untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan pariwisata di wilayah pelosok.
Kesimpulan
Kolaborasi antara Starlink dan Samsung menjadi langkah nyata menuju masa depan komunikasi global tanpa batas.
Dengan teknologi internet tanpa menara seluler, dunia akan semakin terhubung — bukan hanya di kota besar, tapi juga di tempat-tempat yang selama ini terisolasi dari sinyal digital..















