Sejak kehadiran ChatGPT, teknologi AI ini tak hanya mengubah cara kita bekerja tetapi juga merambah ke aspek kehidupan personal. Dari membantu diagnosis medis hingga memprediksi cuaca, kini ada kasus unik di Yunani di mana seorang wanita memutuskan menceraikan suaminya setelah ChatGPT “menginterpretasikan” tanda perselingkuhan melalui ampas kopi.
Kisah Mencengangkan: Dari Tradisi Tasseografi ke AI
Wanita asal Yunani ini menggabungkan tradisi kuno tasseografi (seni meramal menggunakan ampas kopi) dengan teknologi modern. Ia mengambil foto ampas kopi di cangkir suaminya dan meminta ChatGPT menganalisisnya. Hasilnya? AI tersebut memberikan jawaban rinci yang mengindikasikan suami berselingkuh, bahkan menyebut inisial “E” sebagai pihak ketiga.
- Klaim ChatGPT:
- Suami disebut “mengancam keutuhan keluarga”.
- Ada “perasaan tidak setia” dan “keterikatan emosional” dengan orang lain.
Meski suami membantah semua tuduhan, wanita ini tetap mengajukan gugatan cerai setelah 12 tahun pernikahan. Sang suami menolak permohonan tersebut, dan pengacaranya kini berjuang membatalkan gugatan dengan alasan: interpretasi AI tidak memiliki dasar hukum.
Pro Kontra Penggunaan AI untuk Urusan Personal
Kasus ini memicu perdebatan sengit di kalangan ahli teknologi dan masyarakat umum:
- Efek Psikologis:
- Kecerdasan buatan bisa memperparah kecemasan atau prasangka dalam hubungan.
- Tanpa bukti konkret, keputusan besar seperti perceraian seharusnya tidak didasarkan pada ramalan AI.
- Validitas Hukum:
- Pengadilan tidak mengakui hasil analisis AI sebagai alat bukti.
- Legalitas penggunaan teknologi untuk kasus perdata masih abu-abu.
- Etika Pengembangan AI:
- Apakah developer perlu membatasi penggunaan AI untuk hal-hal sensitif seperti hubungan rumah tangga?
- Perlunya edukasi publik tentang batasan dan risiko mengandalkan AI dalam pengambilan keputusan personal.
Tasseografi & AI: Kombinasi yang Berbahaya?
Tasseografi sendiri adalah praktik kuno yang diyakini sebagian orang bisa meramal masa depan melalui pola ampas kopi. Namun, menggabungkannya dengan AI seperti ChatGPT menciptakan ilusi “akurasi ilmiah” yang menyesatkan.
- Mekanisme ChatGPT:
- Hanya merespons berdasarkan data yang dilatih, tanpa kemampuan memahami konteks emosional atau niat manusia.
- Interpretasi ampas kopi oleh AI bersifat acak dan tidak terverifikasi.
- Dampak Sosial:
- Kasus ini menunjukkan betapa mudahnya teknologi disalahgunakan untuk membenarkan prasangka pribadi.
- Masyarakat perlu kritis terhadap klaim AI, terutama dalam hal yang menyangkut hubungan interpersonal.
Pelajaran dari Kasus Ini
- AI Bukan Ahli Hubungan: Teknologi tidak bisa menggantikan komunikasi langsung atau konseling pernikahan.
- Verifikasi sebelum Bertindak: Selalu cari bukti konkret sebelum membuat keputusan besar.
- Edukasi Penggunaan AI: Masyarakat perlu memahami bahwa AI adalah alat, bukan sumber kebenaran mutlak.
Apa Kata Pakar?
Para psikolog dan ahli hukum menyarankan:
- Jangan Menggantikan Intuisi dengan AI: Percayakan masalah hubungan pada terapis atau konselor profesional.
- Hukum Perlu Beradaptasi: Regulasi baru diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan AI dalam kasus perdata.
Kasus ini menjadi pengingat bagi kita. Meski AI sangat canggih, ia tidak pernah bisa memahami kompleksitas hati manusia. Tetap bijak menggunakan teknologi yang satu ini ya teman-teman!